Kamis, 19 Desember 2013

Setitik kenangan.

Setitik kenangan datang kepada ku pagi ini. Menyapa di tengah dinginnya udara yang berhembus. Kenangan itu tak datang sendiri, namun ia membawa bayangmu bersamanya. Terasa sungguh menyenangkan, sekaligus menyakitkan begitu ingat kau tak berada di dekat ku. Setitik kenangan yang datang tak hanya bersama bayangmu, namun juga bersama kenangan yang kita bangun. Kenangan yang kita tanam di dasar, kenangan yang tak akan pernah kita bagi pada siapapun.
Setitik kenangan itu perlahan melebar. Menjadi terang dan jelas seperti ketika kau membuka mata dari tidurmu. Hanya saja yang kau lihat bukanlah sebuah kenyataan – setidaknya kenyataan saat kini. Setitik kenangan yang menjelma menjadi nostalgia.
Menjelajahi kenanganku sendiri bagaikan membuka lembaran buku yang sudah uzur. Semakin aku membukanya dengan kasar, lembaran itu semakin rapuh dan hancur. Tapi apa daya, aku terlalu bersemangat untuk mengingat kali pertama kita bertemu.Pertemuan yang ku kira tak berarti.
Kau datang bagaikan kepakan sayap kupu-kupu. Tak ada rasa, tak ada hentakan, tak ada gelora. Aku bahkan sama sekali tak memberikan sedikitpun perhatian padamu. Namun layaknya kepakan sayap kupu-kupu, kamu malah membuatku terjebak dalam badai, lama setelah kedatanganmu.
Aku selalu menghubungkanmu dengan sebuah rasa. Rasa hangat yang ku dapat ketika badanku bermandikan sinar matahari, namun aku sedang berada di dalam ruangan dengan penyejuk udara. Rasa hangat namun dingin yang begitu aku candui.
Berbagai pertanyaan selalu memenuhi benakku, dan semuanya berawal dari satu kata yaitu ‘jika’.
Bagaimana jika kamu lebih dulu bertemu dengan orang lain?
Bagaimana jika aku tidak berada di kelas yang sama denganmu?
Bagaimana jika aku membawa kendaraanku sendiri, sehingga kamu tidak mengantarkanku?
Bagaimana jika aku tidak menunggumu di bawah hujan, berharap kamu akan datang bagaikan atap di bawah kelabu?
Alam semesta selalu punya caranya sendiri untuk berjalan. Sedangkan kita hanya bisa mengikuti jalannya alam semesta. Konspirasi picisan yang membuat aku terjebak bersamamu, menjalin sebuah benang yang tebal namun rapuh.
Kita bisa selalu bersama, namun kita tak akan bisa bersatu.